Si
LILI
Sehari sebelum hari Rabu, memang sudah tercium aroma petrichor. Angin yang berlalu membawa
bau khas perpaduan antara tanah dan hujan. Kata orang bau bumi.
Bagi
beberapa orang hujan hanyalah sebuah tetes air yang turun dari langit, hujan
enaknya tidur , hujan-hujan enaknya makan mie
instant , hujan itu indah. Banyak lagi tanggapan orang ketika menyambut
hujan. Dan tidak banyak pula yang membenci hujan. Diam-diam banyak yang
menjadikan hujan moment yang indah. Diam-diam
juga banyak kejadian di saat hujan.
Pagi
ini , langit bermuram nurja. Sepasang mata menilik jendela kamar, dan rambutnya
masih mengeluarkan tetes-tetes air bekas keramas. Gadis itu baru saja selesai
mandi. Ketika dingin melingkupi dan aroma khas bumi menguar, kepalanya mengenai
kaca dan dengan antusias dia mengerjapkan matanya.
“
Wuahhhh.. ini serius ??” gumamnya. Perlahan matanya menyiratkan kesenangan. Bergegas
dia ke dapur sambil mengambil piring.
Tampak
seorang wanita paruh baya dengan semangatnya memegang sudip dan wajan. Beberapa
gerakan membuat bunyi khas antara benda keras dan besi beradu.
“
Keringkan dulu rambutmu, Li. Lihat tetes-tetesnya mengenail lantai” kata wanita
itu.
“
Lili sudah lapar, bu. Biarkan sajalah. Nanti Lili bersihkan”
Pagi
itu amat indah bagi Lili si gadis yang setiap pagi melakukan ritual keramas sebelum
berangkat ke kampus.Dia meniru salah seorang penulis blogger yang setiap dimana dia bisa mendapatkan ide jika sudah
melakukan keramas. Menurut Lili hal itu patut di tiru karena siapa tau itu
berdampak juga baginya. Dan ternyata itu benar. Otaknya jadi lebih fresh dan rasa kantuknya tidak begitu
berat. Lili tampak girang karena selain menu sarapan kali ini adalah makanan
favoritnya, ada hujan yang akan turun mengiringi langkahnya ke kampus. Namun sebuah
pertanyaan muncul di benaknya, kenapa wajah Ibunya terkhusus amat jengkel ? mungkin karena tetes air dari rambutku kali
ya dia menjawab sendiri pertanyaan itu. Dengan sepiring nasi beserta lauknya
, Lili segera duduk di meja makan sambil memakai pelembab wajahnya.
“
Jangan lupa bawa mantel , Li. “ kata ibunya sambil memberikan sebuah bungkusan
berisi bekal .
“
Iya, bu. “ jawab Lili singkat dan lanjut mengunyah.
“
Jika sampai sore nanti hujan masih tetap turun, jangan lewat jalan biasa, Li. Kamu
tau sendirilah jalanan akan banjir.” Kali ini wanita itu berbicara sambil
membereskan peralatan masaknya yang tergeletak di dapur. Lili hanya menjawab
dengan anggukan yang tida di lihat oleh ibunya.
“
Bu, Lili sudah selesai. Lili berangkat ya.” Kata gadis itu dan segera beranjak
menjauh dari meja makan. Dia segera memakai sepatunya kemudian meraih tas
kainnya.
“
Hati-hati , Li.” Kata ibunya yang berdiri di ambang pintu.
_
Motor
Lili beradu dengan aspal yang tampak lembab. Baginya tidak apa-apa tidak
merasakan tetes hujan secara langsung , asal dia bisa merasakan hawa sejuk di
pagi meski ada di sisi lain hatinya merindukan terik mentari.
Setelah
dia meletakkan motornya di parkiran kampus, Lili segera berjalan menuju
kelasnya. Dan ketika dia sudah duduk di kelasnya, hujan deras mulai turun. Lili
semakin tersenyum namun sekelilingnya banyak terdengar gerutuan. Bahkan ada
yang memaki hujan. Memang apa salah hujan
? tidak bosan memang panas-panasan batin Lili menatap orang-orang itu
jengkel. Dia berlari ke jendela kemudian menatap dan berusaha menggengam bulir air yang menempel
di kaca. Hatinya menghangat ditengah-tengah dingin hujan yang menusuk setiap
tulang. Manalah Lili peduli dengan dingin itu. Dia menikmati hujan itu dengan
jutaan kenangan yang perlahan mulai playback.
Lili hanya tersenyum.
Apakah
kau merasakan hujan itu ??
“
Lili. Ada yang mencari.” Segera Lili menoleh dan mendapati sepasang mata tengah
mengamati dari kejauhan. Terkejut ? sangat.
2 komentar
nice post..
BalasHapuspls follow my blog back..
at personalitalia.blogspot.com
=P
ahahahaha ecek2 ga kenal
folback blogku nyut!!
Oke sist. thnks udah baca.
BalasHapus-_- alay.