Mamak Punya Cerita

By menuruthclara.blogspot.com - Agustus 10, 2015

Mendengar Masa Lalu
Ruth Clara Manurung


Sudah banyak ku dengar cerita.

Tetapi tidak ada cerita seperti ini. Cerita yang mampu membuatku penasaran, hingga ingin merasakan di masa itu. Zaman ketika masih dalam penguasaan penjajah, begitulah nuansa cerita Mamak.

Mamak bercerita banyak tentang masa kecilnya ketika seorang pelanggan datang ke toko , hendak mencari perlengkapan sang putri yang akan segera menikah.

Dulu orang tua mendidik anaknya sangat keras. Tidak jarang kita mendengar jika orang tua kita dulu harus ikut banting tulang membangun ekonomi keluarga. Mamakku juga demikian.

Berdasarkan ceritanya aku tau kenapa mamakku tetap memilih menjadi pedagang begitu ekonomi keluargaku merosot semenjak bapak pensiun, tepatnya dua tahun yang lalu. Dua orang adikku bersekolah di swasta, aku baru memasuki perguruan tinggi negri. Untungnya adikku yang nomor dua masuk Sekolah Menengah Utama di negri membuat keuangan agak ringan. Dengan modal dana pensiun bapak, mamak buka usaha kebaya, songket, ulos dan lain-lain. Perlahan semuanya mulai stabil.

Jadi masa lalu mamakku seperti ini.

Mamak sejak kelas dua SD sudah diajarkan berjualan oleh opung di Pasar Lama. Mamak berjualan bumbu di Pasar lama yang katanya ketika ku dengar Pasar itu sudah terbakar. Dulu mamak sering membantu opung. Mulai berdagang bumbu, sayur-sayuran yang nanti ditenteng keliling kampung atau menjual makanan secara diam-diam di kelas. Intinya, mamak bekerja serabutan demi membantu opung.

Kata Mamak, dia sangat suka berdagang. Dulu waktu dia SD dia pernah berdagang kue-kue dan mie goreng bungkus. Mamak membawa dagangannya dengan cara di isi penuh ke dalam tasnya.
      “ Kalau kita ke sekolah, pastinya bawa buku kan ? kalau aku engga. Masa bodoh sama buku, yang penting daganganku terbawa semua. “ kemudian kalimat itu diakhiri dengan tawa. Aku ikut tersenyum, namun pikiranku berimajinasi sosok mamak yang kecil membawa tas besar yang di isi penuh dengan dagangan.
      “ Dulu jarak kantin dan kelas itu jauh. Orang-orang jadi malas keluar. Nanti ku jual kue-kue itu, mie goreng itu ke teman-teman. Kalau beli banyak ku berikan diskonlah”
      “ Nah, berbulan-bulan aku jualan, gak ketahuan. Ujung-ujungnya yang jualan di kantin curiga kenapa jarang ada yang jajan di tempatnya. Diselidikilah ke kelas waktu itu. Aku ketauan jualan. Daganganku di lempar, aku dimarahin sama tukang kantin itu. Terus aku di laporin ke guru.” Ku lihat mamak masih senyum dan sesekali tertawa. Kalau aku jadi mamak pasti sudah menangis.
      “ Gara-gara itu , aku sempat gak naik kelas. “ ku lihat mamak masih tertawa bangga. Akhirnya aku tahu kenapa adikku yang nomor empat malas belajar dan nyaris beberapa kali tinggal kelas.
      “ Dulu aku malas sekali belajar. Melihat itu, Itoku ( abang laki-laki ) dan kakakku bilang, gak usahlah lagi kamu sekolah ya dek. Terusin dagangan mamak (opungku ) aja. Habis yang malasan kamu belajar. Habis biaya”
Untungnya Mamak sadar kalau pendidikan itu penting. Dia meminta kepada kedua saduranya itu untuk tetap melanjutkan pendidikan meski masuk ke dalam kelas sore.
      “ Kalau misalnya aku gak sekolah, gak bakalan ada ijazahku nanti. Ya mau gak mau aku tetap masuk meskipun ngambil kelas sore. Jadi dikelas itu ngantuk-ngantuklah” kata Mamak sambil memperagakan dia yang terkantuk-kantuk.
      Pelangan itupun ikut tertawa. Tidak ketinggalan aku juga. Sudah berkali-kali aku mendengar hal tersebut, tetapi entah kenapa rasanya lebih seru sekarang.
      “ Dulu lagi, kami harus mengambil ampas. Bayangin aja dari lapangan bola bawah ke Tomuan “ Mamakku kebetulan orang siantar. (angkat tangan orang siantar!! HIDUP SIANTAR!)
      “ Itu jalan kaki loh. Ampas yang dibawa beratnya minta ampun. Belum lagi kadang ampas itu netes-netes kena baju, muka. Aduh jadi bau. Kalau dulu disuruh opung ngambil ampas , rasanya langsung bete. Kenapa ? karena tempat ngambil ampasnya itu kadang bocor. Tiap ngambil ampas,opung nanti ngasih tau “ mamakku memperagakan gaya opungku dulu.
      “ Nanti, pakai plastik alasin kepalamu ya , Boru ( sebutan untuk anak perempuan dalam keluarga batak) tambahin kain-kain supaya gak licin”
      “ Nanti kami kesallah. Dalam hati berpikir, udah taupun tempatnya rusak masih juga dipakai. “ kemudian aku tertawa melihat mamak menambahkan mimik wajah kesal.
      “ Begitulah dulu. Bekerja keras demi hidup. Tapi anak-anak sekarang apa ?? …’
      Aku sudah menebak jika nanti berujung pada hal demikian. Begitu selesai bercerita tentang masa lampaunya, orang tua kerap membandingkan dengan sekarang. Tapi , Ya sudahlah. Aku hanya mendengar dan mendengar. Tertawa jika perlu tertawa. Tetapi buatku pengalaman mamak sangat beharga. Meski anak-anak zaman sekarang suka membantah perkataan orang tuanya, tapi aku yakin sebagian besar mereka menjadikan cerita masa lalu itu menjadi pelajaran beharga demi masa depannya.
    


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar