CERITA PENDEK

By menuruthclara.blogspot.com - September 14, 2015


PUNTUNG ROKOK TERAKHIR


Dia memandang langit terbenam dari atas gedung yang kondisinya terbengkalai. Dibawah gedung itu menampilkan jalanan yang dipenuhi kendaraan sedang menunggu lampu merah. Lampu-lampu jalan sudah mulai menyala padahal gelap belum tiba.  #BYRUTHCLARAMANURUNG

Angin menghempaskan rambutnya sementara dia tetap memandang ke bawah. Tangannya tiba-tiba merogoh saku jeans dan kemudian menemukan sebuah kotak dengan sebuah nama merek rokok terkenal. Dia mengambil satu batang kemudian menempelkannya di tepi bibir.

Mata coklat gelapnya memandang langit yang mulai berganti warna. Pikirannya mulai berimajinasi ke segala arah. Hingga dilantasi sesuatu. Sebuah kejadian yang terjadi beberapa jam lalu , kejadian yang membuatnya memilih menepi ke atas gedung terbengkalai tersebut. Tadinya dia ingin tenggelam dikeramaian jalanan Nagoya, tetapi langkahnya menuntun ke tempat tinggi. Telinganya seperti dibisikkan sesuatu. Sesuatu yang menyarankan agar dia terjun dari tempat itu. Dia sadar, iblis dan setan lebih ganas aksinya begitu hari bertemu gelap. Ketika ada terlintas pikiran untuk bunuh diri, dia menertawai dirinya sendiri.

            “ Rainata.” Suara itu menghilangkan tawanya. Gadis situ memutar tubuhnya menghadap ke sumber suara.
            “ Hei. “ Rainata membalasnya dengan senyum. Laki-laki itu melangkah dengan cepat dan begitu jaraknya hampir dekat dengan Rainata, tangannya melayang dan menampar pipi Rainata. Puntung rokok yang tadi berada dibibirnya terjatuh ke aspal. Rainata menatap puntung rokok itu berakhir disana. Air matanya menetes.
            “ Otakmu kemana  ? HAH! Aku sudah katakan berapa kali! Jangan pernah mencoba untuk merokok. Kau ingin seperti ibumu?”
            “ Ibuku , ibumu juga! Kenapa kau selalu menghalangi apa yang ingin aku lakukan?!!” teriak Rainata dan menggema di alam , teredam di balik malam yang sudah datang, di iringi  Jalanan yang begitu ramai.
            “ Kau perempuan Rainata! Jika perempuan sudah menyentuh rokok, maka kepribadiannya sederajat dengan perempuan nakal! Kau akan dicap gadis tidak baik! Kenapa kau tidak pernah mau mendengarkanku!!”
            “ Untuk apa aku mendengarkanmu sementara kau tidak pernah mau mendengarkan ibu!” dia menatap laki-laki itu dengan mata yang nyaris keluar dari tempatnya.
            “ Semasa ibu hidup, pernakah kau menghormatinya ? pernakah kau menganggapnya?! Tidak ! Jadi tidak usah memberi nasihat padaku!”
            “ Aku datang ke sini bukan untuk memberikanmu nasihat, Rainata. Tapi aku datang ke sini untuk mengajakmu ke makam ayah.” Rainata menatap laki-laki itu kini. Dia mencari kesungguhan dari tatapan laki-laki tersebut.
            “ Apakah ini benar ? seorang Rainathan ingin mengunjungi makam orang yang dibunuhnya ?” pertanyaan Rainata cukup menyentil kesabaran Rainathan, kembarannya.

Dia tidak lagi percaya pada Rainathan. Gadis itu tidak pernah percaya semenjak kembarannya itu memberikan kotak rokok yang dipenuhi percikan darah. Ketika Rainata bertanya percikan darah siapa di kotak rokok tersebut, Rainathan justru dengan santai menjawab bahwa itu darah milik sang ayah. Rainata tidak menelepon polisi. Dia hanya menyimpan cerita itu dan membiarkan Rainathan berleha-leha diluar menikmati kenikmatan dunia.
         “ Kau membenci ibu hanya karena dia lebih sayang padaku, kau tidak melihatnya ketika sekarat! hingga detik ini kau masih memelihara bencimu untuk ibu! “ Rainata menahan amarah sekaligus airmatanya. Kilas balik wajah sang ibu di detik-detik kematiannya membuat hatinya pilu.
       “ KAU BAHKAN MELUDAHI TEMPAT TERAKHIRNYA!!! KAU BAHKAN BERSUMPAH SERAPAH DISANA!!! “ teriak Rainata lagi.
            “ Itu pantas untuknya!” Rainathan memberikan senyum kemenangan.
            “ Akhirnya dia mati, dan kau merana. Aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan!”
            “ DASAR KAU BAJINGAN! “
     “ Sekarang ikut aku pergi ke makam ayah!!!” Rainathan menyeret Rainata. Gadis itu memberontak.
     “ DIMANA RASA MALUMU BODOH! DIMANA?!” Rainata berteriak tepat ditelinga Rainathan. Tetapi laki-laki itu tetap tidak peduli.
        “ DASAR RAINATHAN BAJINGAN! PEMBUNUH! ANAK DURHAKA! BINATANG! KAU RAINATHAN BINATANG!!!” teriak Rainata.
            Satu tamparan kembali melayang. Rainata tersungkur.
            Dengan perasaan menggebu-gebu, Rainathan menerjangnya kemudian mencekik Rainata.
            “  APA KAU BILANG! KAU BARU TAU AKU BINATANG?!”
       “ Kau..membunuh ayah, orang yang kau sayangi..” Rainata berusaha mengatakan seluruh amarahnya meski nafasnya tersekat oleh tangan Rainathan.
            “ Kau.. membunuhnya dengan tanganmu. “
     “ Kau… menyayanginya. ... “ perlahan cekikan Rainthan melonggar. Kesempatan itu dimanfaatkan Rainata untuk segera menyingkir. Dengan tertatih dia menjauh.
        “ Kau membunuh ayah, kau membunuh dengan tanganmu sendiri orang yang begitu kau sayangi. Ayah menyayangimu. Tetapi entah kenapa. Kenapa kau membunuhnya ? sekarang kau ingin mengunjungi makamnya ?“
            “ Aku merindukan ayah. Aku membunuhnya karena aku menyayanginya. Aku tidak suka dia menangis karena ibumu. “
            “ Jika ibumu tidak merokok dia tidak akan terkena kanker paru-paru. Pasti ayah akan selalu bahagia meski dia tahu istrinya sudah memiliki candu yang lain.” Rainathan menatap nanar ke Rainata,
            “ Ayah tak lagi bahagia semenjak ibumu jatuh sakit. Tadinya aku masih menyimpan rasa sayang disana. Tetapi apa ? dia membuat ayah terluka. Ibumu tidak tau betapa ayah sangat mencintainya. Dia rela melakukan apa saja. “
            “ Ya. Aku bajingan Rainata. Aku bajingan, aku binatang. Aku adalah orang yang tidak tau malu dan tidak berperikemanusiaan. Kau tidak tau, ayah diam-diam mulai merokok mengikuti kebiasaan ibumu agar dia bisa merasakan sakit yang sama. Dia juga ingin mati dengan cara yang sama. “  Rainata menangis. Begitu juga dengan Rainathan.
            “ Di hari ayah sekarat, aku melihatnya menahan sakit. Detik itu juga aku menangis. Tidak kuat melihatnya.”
            “ Kau tau apa yang aku lihat saat itu ?” Rainata menggeleng.
         “ Ketika ayah sudah merokok sebanyak mungkin, bahkan dia melakukannya melebihi batas wajar, dia merasa marah. Karena dia tidak kunjung mati. Dia menyuruhku mengambil sebuah belati dan detik itu juga dia mengambil tanganku yang masih memegang belati , lalu menancapkannya tepat di jantungnya. “ Rainathan menatap Rainata yang kini menutup mulutnya tidak percaya. Isakan Rainata perlahan terdengar.  #BYRUTHCLARAMANURUNG
            “ Aku pergi dengan santai, karena aku tidak ingin kau tau jika ayah ingin mati dengan cara yang sama , seperti ibumu. “
            “ Ya. Aku memang bajingan , aku memang binatang, aku tidak berperikemanusiaan. Sikapku itu adalah untuk ibumu. Aku sadari itu.”  Rainathan perlahan melangkah dan mengulurkan tangannya untuk memeluk Rainta. Gadis itu tidak menghindar. Rainthan segera merengkuhnya dengan erat.
            “ Maafkan, aku.” Rainata melepaskan rengkuhannya kemudian menatap Rainathan.
           “ Aku maafkan. Tetapi dengan satu syarat. “ Rainathan memandang Rainata. Kembarannya itu mengeluarkan sebuah kotak rokok dan mengambil pemantik.
           “ Ayo, duduk di pinggiran gedung dan menatap pemandangan indah.” Rainathan menurutinya.
            Mereka duduk di pinggiran gedung menatap langit yang sudah gelap dan di hiasi bintang-bintang. Pemandangan dihadapan mereka begitu indah. Banyak city light warna-warni mengisi kanvas hitam yang tersisa.  #BYRUTHCLARAMANURUNG
          “ Ini. nikmatilah. Akan lebih nikmat dengan ini. Cukup kau yang merokok. Aku tidak akan melakukannya lagi.” Rainathan menatap Rainata. Beberapa menit dia hanya diam menatap puntung rokok yang diberikan Rainata. Setelah beberapa menit hanya berdiam, dia akhirnya mengambil puntung rokok dan pemantiknya. Detik itu juga asap mengepul bebas di udara.

Rainata berdiri dan dia tersenyum sambil berputar-putar seperti anak kecil yang kegirangan. Puas berputar-putar, dia berhenti dan menatap punggung Rainathan. Senyum di bibirnya perlahan menghilang diganti dengan tatapan dendam dan penuh amarah. Rainata perlahan melangkah dan kemudian dengan sekuat tenaga dia mendorong Rainathan.

Dia melihat kembarannya terjatuh di lantai dengan sepuntung rokok yang tak jauh dari jasad kembarannya. Setelah melihat darah perlahan mengalir, Rainata perlahan tertawa. Dia kemudian melompat gembira sambil berputar-putar kembali, 

THE END

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar