REKAM

By menuruthclara.blogspot.com - September 27, 2014

                                                         Rekam


Ya Tuhan..”  batinnya. Ria sedang menggambar untuk madingnya di depan musola yang kebetulan berhadapan dengan koperasi kampusnya. Teman-teman sekelasnya bersama dengan dia juga, sering berkumpul di tempat itu sekedar untuk beristirahat.
Tangannya sebelah kanannya sedang berayun di udara bersama sebuah pensil yang di genggamnya. Di sela-sela sebelah tangan kirinya selembar kertas berwarna merah jambu tersampir dengna sebuah gambar yang beberapa menit yang lalu di gambarnya. Matanya bergerak  mencari inspirasi apa lagi yang bisa disematkan di sela-sela gambarnya, hingga akhirnya dia menangkap seseorang dari balik kaca koperasi kampus yang tidak terlalu lebar tapi panjang.
           “ Itu dia..”
          “ Siapa ?” Vanda langsung melihat ke arah tempat yang di unjuk Ria. Vanda teman sekelasnya langsung tersenyum.
          “ Dion ya ? senior yang kamu suka itu Ri ? Tanya Morgan.
       “ He’em..dia di situ. Lagi ngapain yah ..” Ria berusaha mencari tahu apa yang sedang dilakukannya.
         “ Sama siapa ? temannya ?” Tanya Vanda lagi.
        “ Gak tau ,nda. Aku aja gak bisa ngeliat terlalu jelas. Duh, kemana lagi dia..masa dia menghilang gitu aja sih perasaan masih aku lihat tadi” Ria meninggikan lehernya bergeser ke sana kemari untuk mencari tau dimana posisi Dion. Setelah bersusah payah akhirnya dia menemukan sosok pria berbaju hijau dengan sabarnya menunggu sebuah kertas yang ada digenggaman petugas koperasi. Sesekali Ria berusaha melirik ke kaca memastikan jika Dion masih ditempat atau tidak.
      “ Sega.. kak RAsyada belajar dilantai berapa ?” Tanya Ria sambil bergantian memperhatikan gambar dan jendela koperasi.
   “ Gak tau. Tanya dia dong.” Ria hanya berpasrah diri hingga kemudian dia melirik ponselnya.
Dia ingin melakukannya tapi hatinya meragu. Dia khawatir jika setelah itu semuanya akan berlalu begitu saja. Tak ada sisa, taka da kelanjutan seperti dulu. Dia memandang kertas berwarnanya. Hatinya seperti kertas itu. Berwarna tapi tidak ada isi, goresan pensil yang dihapusnya masih tergambar samar. Seperti hatinya sekarang, sekuat tenaga dia menghapus semuanya dengan memberi batas kepada dirinya dan menghasut pikirannya sendiri, Di malam hari dia hanya berpikir, siapa yang akan dia temui dan siapa yang akan lebih dominan di depan matanya. Tapi yang dulu itu bahkan tidak memiliki hubungan lebih apapun tapi entah kenapa rasanya, hatinya begitu teramat sakit. Mungkin karena masa hatinya sudah habis untuknya terlebih lagi bukan hanya dirinya ternyata selama ini yang menyukai pria itu.
Dia yang sekarang mungkin bisa di bilang hulk, seperti pahlawan di tokoh-tokoh cerita dongeng. Kalau pria itu menyelamatkan orang demi sebuah nyawa, apakah pria berbaju hijau sekarang bisa dikatakan sebagai hulk yang menyelamatkan hatinya ? matahari kemarin terbitnya terlalu cepat, membuatnya berakhir pada sebuah kesadaran jika ternyata hasil penungguannya adalah sebuah akhir yang menyatakan lebih baik dia mundur. Tapi itu resiko dari menunggu bukan ? dulu dia belum menyadari dan dia terlalu jauh untuk berjalan. Dia belum peka dengan sekitarnya.
Sekarang, pria itu didepan matanya wajahnya tampak lelah karena Tugas Akhir untuk skripsinya. Dia berada diakhir tahun masa pendidikannya tapi bukan berarti juga begitu urusan pria itu berakhir di kampus tersebut, bukan berarti perasaannya demikian. Dia akan tetap menunggu. Mungkin dia butuh sesuatu untuk membuat kenangan. Mungkin hal itu seperti sekarang.

“ Aku mau merekamnya “ kata Ria berseru dengan semangat. Dia akhirnya mencari aplikasi video kemudian menaktifkan tombol rekam. Sejauh mana kamera itu mampu merekam, sejauh itu juga dia akan merekam langkah bahkan sosok pria berbaju hijau itu hingga akhirnya terbenam di tempat lain.
Ini rekaman pertamanya, dan di yakininya bukan rekaman terakhir kalinya. Bukan terakhir kali matanya, ingatannya, hatinya, bahkan kameranya merekam sosok dirinya yang sampai sekarang hanya bisa terhubung lewat seorang penyampai pesan jika dia menitipkan salam.  Ini bukan akhir. Bukan akhir.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar