Melirik Senyum dibawah sinar sore matahari
Tak selamanya rasa tertekan, rasa
lelah, tidak tergantikan dengan apa-apa. Tidak selamanya kepasrahan bisa begitu
saja tertebar jika tidak ada usaha. Tidak selamanya duri tertanam di atas
tangkai mawar karena jika layu tidak ada lagi duri setajam sebelumnya tertanam
disana. Tidak selamanya luka akan ada menganga karena seiring berjalannya waktu
semuanya akan tertutup semula meskipun menyisakan bekas tapi tidak rasa sakitnya
tidak seperti semula.
Ketika semakin jauh menapaki anak tangga,
semakin dekat dengan puncak semakin cepat pula ketukan jantung terdengar. Yang kemungkinan
hanya ada dua, duka atau suka.
Bertemu di lorong yang berbentuk
horizontal membentang menuju dua arah kemungkinan. Keluar atau masuk. Tapak kaki
seperti terdengar, semua berbentuk seperti slowmotion ketika kaki semakin
mendekat. Suara khasnya terdengar. Mata bergerak sejenak menangkap antusias
rasa gembira itu. Duduk dekat pintu sambil berbagi kebahagiaan dan tersenyum
dibawah sinar matahari sore yang berbau ke optimisan.
Sayangnya langkah tidak melewati tempatnya
karena terburu masuk ke satu ruang.
Sayangnya langkah tidak melewati tempatnya
kaerna tubuh berbalik ketika melangkah ke satu tempat lain.
Sungguh kasihan sekali kepada
perasaan yang hampir menyerah pada pasrah diri karena ketika keluar dari satu
ruang tadi, ada sebuah cara untuk
melewati tempatnya meski bukan dengan langkah melainkan dengan senyum. Ketika
langkah turun ke bawah, kesenangan membuncah. Ada rasa lega. Meski belum ada
warna yang jelas tapi melihat matahari terbenam , rasanya ujung ini akan
memberikan kejelasan. Semoga ada yang lain di hari-hari September lainnya.
0 komentar