First With September

By menuruthclara.blogspot.com - September 05, 2014

            
Melirik Senyum dibawah sinar sore matahari 




Tak selamanya rasa tertekan, rasa lelah, tidak tergantikan dengan apa-apa. Tidak selamanya kepasrahan bisa begitu saja tertebar jika tidak ada usaha. Tidak selamanya duri tertanam di atas tangkai mawar karena jika layu tidak ada lagi duri setajam sebelumnya tertanam disana. Tidak selamanya luka akan ada menganga karena seiring berjalannya waktu semuanya akan tertutup semula meskipun menyisakan bekas tapi tidak rasa sakitnya tidak seperti semula.
            Ketika semakin jauh menapaki anak tangga, semakin dekat dengan puncak semakin cepat pula ketukan jantung terdengar. Yang kemungkinan hanya ada dua, duka atau suka.
            Bertemu di lorong yang berbentuk horizontal membentang menuju dua arah kemungkinan. Keluar atau masuk. Tapak kaki seperti terdengar, semua berbentuk seperti slowmotion ketika kaki semakin mendekat. Suara khasnya terdengar. Mata bergerak sejenak menangkap antusias rasa gembira itu. Duduk dekat pintu sambil berbagi kebahagiaan dan tersenyum dibawah sinar matahari sore yang berbau ke optimisan.
            Sayangnya langkah tidak melewati tempatnya karena terburu masuk ke satu ruang.
            Sayangnya langkah tidak melewati tempatnya kaerna tubuh berbalik ketika melangkah ke satu tempat lain.

            Sungguh kasihan sekali kepada perasaan yang hampir menyerah pada pasrah diri karena ketika keluar dari satu ruang tadi,  ada sebuah cara untuk melewati tempatnya meski bukan dengan langkah melainkan dengan senyum. Ketika langkah turun ke bawah, kesenangan membuncah. Ada rasa lega. Meski belum ada warna yang jelas tapi melihat matahari terbenam , rasanya ujung ini akan memberikan kejelasan. Semoga ada yang lain di hari-hari September lainnya. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar