Cerita Pendek

By menuruthclara.blogspot.com - Februari 22, 2015

NIGHT STORY


Malam harusnya larut dengan suara kendaraan , atau beberapa binatang malam yang bekoar mengisi hitamnya malam. Tapi tidak dengan rumah berbentuk L dengan desain sederhana yang terletak di pinggir jalan. Rumah itu lekat dengan ciri khas sebuah pohon rindang yang menjulang tinggi. Di pohon itu , sebelum senja muncul ke permukaan , beberapa ayam akan mulai mengambil tempat yang nyaman untuk menyaksikan tenggelamnya matahari. Ayam-ayam itu akan bertengger menyelami malam dan terbangun sebelum matahari terbit.
            Matahari sudah mengambil aba-aba. Seperti biasa, salah satu ayam mulai mendekati pohon rindang itu. Ayam  berbulu hitam legam tersebut bernama Cika. Dia yang hendak naik ke ranting salah satu ranting pohon tampak was-was memperhatikan seorang gadis yang sedang menyapu disekitar daerah pohon rindang.
            “ Kenapa Cika ? “ Cika yang tadi memantau gadis itu kini beralih pandanganya kepada ayam jago.
            “ Itu, lihatlah gadis itu. Wajahnya begitu masam sambil menyapu. Daritadi dia juga menggerutu tentang banyaknya kotoran kita disekitar halaman rumahnya” kata Cika.
            “ Benarkah ?? Apa kita harus pindah saja ?” kata Ayam Jago memberikan saran.
            “ Kenapa harus pindah ? lagipula tuan pemilik rumah ini justru setiap pagi ku lihat dengan senang hati membersihkan pekarangan rumah ini” kata Cika dan kini dia tampak risih dengan debu yang kini mengenai tempat Cika dan Jago berdiri.
            “ Dasar. Ayam-ayam tak tahu diri!” gerutuan itu terdengar jelas oleh Cika membuat dia emosi. Gadis penyapu itu kemudian menjulurkan ujung sapunya kea rah Cika dan Jago.
            “ Hush! Hush! Kalian tidak tau diri ya! Bisanya membuat pekarangan kotor saja! Capek aku membersihkan halaman ini!!!” gadis itu kini tampak marah dan mulai memukuli Cika dan Jago.
            “ Aduhhh! Sakit!” erang Cika.
            “ Rasakan!!!” kata gadis itu setelah dia melihat Cika dan Jago berlari tunggang langgang menjauh dari sekitar pohon rindang.
            Hal itulah yang terjadi terus menerus jika ayam-ayam ingin naik ke dahan pohon bermaksud menginap disana. Setelah kejadian Cika dan Jago banyak juga ayam yang melapor jika mereka dipukul dengan sapu serta tidak ketinggalan pula caci makian dari gadis penyapu tersebut. Semenjak itu para ayam memutuskan untuk naik ke dahan pohon setelah gadis itu tak lagi membersihkan pekarangan depan rumah.
            Tidak hanya itu perjuangan yang dihadapi oleh Cika dan ayam lainnya. Setiap malam harusnya mereka mendengarkan orchestra dari para binatang malam yang mungkin kedengarannya rancu bagi manusia, tapi bagi para binatang hal itu begitu indah. Ketika para jangkrik mulai berkumandang, suara berisik dari dalam rumah sederhana itu kini terdengar mengalahkan suara jangkrik. Para jangkrik segera berkumpul di bawah pohon.
            “ Ada apa lagi didalam rumah itu. tiada hari tanpa ribut” kata salah satu jangkrik dengan tampang malasnya.
            “ Entahlah. Aku juga bosan mendengar pertengkaran mereka yang itu-itu saja.” Kata jangkrik yang lainnya.
            Keadaan dirumah itu begitu kacau, sepulang seorang wanita dengan motor berknalpot yang begitu mengganggu lingkungan sekitar. Wanita itu seorang ibu yang kini berganti profesi menjadi tulang punggung keluarga. Anaknya empat terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki. Suaminya sudah  sakit-sakitan sementara anak-anaknya sibuk dengan pendidikan. Tragisnya lagi, dari antara ke empat orang anaknya, hanya satu orang yang memiliki indeks prestasi yang baik. Selebihnya pas-pasan karena hanya unggul di beberapa bidang saja.
            Malam itu , orang-orang didalam rumah begitu ribut. Si anak sulung sibuk dengan laptopnya mengerjakan tugas kelompok yang didiskusikan lewat internet.
            “ Tidak bisakah kau membantuku ?! apa sih yang kalian kerjakan ? bahkan toilet dirumah ini sudah lama tak dibersihkan! Aku jijik melihatnya!” gerutu wanita itu pada anak-anaknya.
            “ Kenapa sih, ibu selalu melampiaskan emosi lelah ibu pada kami?!” kata anak ketiga.
            “ Bisa tidak kalian diam! Tidak ada gunanya aku menonton televisi jika suara kalian lebih besar dari suara televise!! “ Seru si anak ke empat.
            “ Kenapa pakaian di dekat lemari kalian tidak dibereskan! Sudah berapa kali ibu katakana pada kalian, kerjakan terlebih dahulu pekerjaan dirumah ini baru kalian bisa berleha-leha.” Wanita itu sibuk dengan masakannya kini, tapi bibirnya tetap komat-kamit mengkritik keadaan rumah yang menurut wanita itu tidak sempurna.
            “ Kapan kalian akan menyimpan pakaian itu! jangan bilang kalian ingin menyuruh ayah kalian yang pesakitan!” seru wanita itu lagi.
            “ Sudahlah…jangan ribut. Tidak enak denga-“
            “ Biarkan! Biarkan saja tetangga dan orang-orang mendengar supaya mereka tau jika orang-orang dirumah ini tidak ada yang becus.” Kata wanita itu dengan cepat. Si sulung bisa membayangkan wajah bengis ibunya. Tapi dia tidak mau ambil pusing, karena baginya yang berharga saat ini adalah tugasnya.
            “ Lihat! Nasi yang tinggal sedikit saja tidak ada diperhatikan! Apa sih yang kalian kerjakan! Percuma ada perempuan sudah besar, tapi tidak bisa diharapkan! Lebih baik aku tidak punya anak daripada kalian –“
            “ Jangan pernah berkata seperti itu, bu.” Suara itu terdengar dingin. Suara itu adalah suara suaminya yang kini berdiri dengan susah payah sambil menyanggah tubuhnya di sisi ambang pintu.
            “ Biarkan! Memang mereka-“
            “ DARI TADI RUMAH INI DAMAI TENRAM, TIDAK ADA KERIBUTAN! KALIAN KIRA KALIAN SUDAH BERBUAT BENAR! “ kini si sulung bersuara dengan menggeram.
            “ Tidak usah berkata ini dan itu, harusnya , lebih baik , biarkan! Biarkan! Biarkan! , Lihat!  Kapan! Kami tau apa yang harus kami lakukan! Kami tau apa yang harus kami perbuat! KAMI TAHU,BU! “ kata si sulung dengan menekan setiap kalimat.
            “ Kalau tau kenapa tidak diperbuat dengan segera. Kalian kira, hanya kalian yang lelah. Lebih lelah mencari uang, tau!” teriak wanita itu kini dihadapan si sulung. Wanita itu tampak ingin menerkam si sulung. Matanya nyaris keluar, uratnya kini menonjol seperti ingin membelah kulit tipis yang melindungi urat-urat tersebut.
            “ Kami melakukannya dengan cara kami sendiri” kata si sulung dengan cepat. Dia tidak ingin berteriak karena bagi dia, tidak penting membuang tenaga untuk hal kekanakan seperti sekarang.  Wanita itu masih membalas perkataan si sulung. Tapi dibalik itu semua si sulung memilih mundur dan pergi ke gudang yang tak jauh dari dapur.
            Si sulung duduk disudut kegelapan ruangan kecil berbentuk persegi panjang tersebut. Debu dan angin dibiarkannya mengisi kekosongan. Isakan kecil terdengar dan bunyi suara hidung yang sedang dibersihkan membuat jangkrik dan ayam bergidik jijik.
            “ Menurutmu, kenapa si sulung ?” tanya Jangkrik kepada Cika dan Jago yang daritadi mendengar apa yang terjadi didalam rumah tersebut dengan cara seksama,
            “ Selama aku tinggal dan dirawat oleh tuan rumah ini, Si sulung anak yang baik dan memang dia sedikit keras kepala serta cuek. Tapi dia berbeda dari anak kedua dan ketiga keluarga ini. Dibalik sorot mata tajam, dingin dan egoisnya, si sulung sebenarnya rapuh. “ kata ayam jago tiba-tiba.
            “ Pernah suatu hari aku melihatnya menulis di sebuah buku, jika dia begitu mengasihi kedua orang tuanya. Terlebih tuan kita. Dia benci dengan sikap ibunya yang berubah semenjak tuan tidak lagi bekerja.”
            Mendengar itu, Cika dan Jangkrik tertunduk lesu. Mereka kini diam sambil menikmati isakan tangis yang lambat laun berubah menjadi sebuah suara mencebik.
            “ Aku menangis karena hal seperti ini. “ tampak suara decitan pintu terdengar. Jangkrik dan Cika kini menebak-nebak bagaimana keadaan sulung sekarang.
            “ Mungkin dia sudah bangkit lagi.” kata Ayam jago.
            Malam itu , selalu seperti itu. setiap wanita itu pulang jarang ada sebuah tawa ceria atau sapaan hangat. Kalau pun ada hanya bertahan beberapa detik. Tak hanya suara alam dan mesin kendaraan yang terdengar ditiap malam, ada suara-suara yang mengudara bisa terdengar secara jelas. Suara malam tak butuh jawaban. Suara dimalam hari hanya butuh sebuah ruang untuk penyampaiannya. Suara-suara malam itu akan membentuk sebuah cerita malam yang akan menghilang begitu matahari terbit. Semuanya akan lupa apa yang terjadi ketika malam kemarin ?

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar