THE EGO

By menuruthclara.blogspot.com - November 16, 2014




IS THAT YOU OR YOUR EGO???



            Suara motor terdengar menghantam pagar rumah yang terbuat dari besi. Pagar itu sudah beribu kali dibanting hanya kegiatan orang yang berada di rumah pada balik pagar besi itu kerap kali bersama motornya ketika ingin masuk daerah garasi menghantamnya begitu saja secara paksa dan terlihat begitu kasar. Bunyi besi beradu dengan tiang pagar itu sudah terbiasa terdengar bagi orang-orang penghuni  didalam rumah tersebut sehingga ketika bunyi itu terdengar lantang, tidak ada lagi ocehan atau gerutu yang terdengar seperti dulu. Masing-masing tersadar dan tidak mengingatkan lagi karena diri mereka sendiri berbuat hal yang serupa dengan orang yang selalu dinasehati. Mereka bergantian memperingati tapi mereka juga yang berbuat. 

            Malam menunjukkan pukul setengah Sembilan waktu itu. Didalam rumah itu sendiri begitu sunyi. Padahal didalamnya ada tiga orang yang sedang melaukan kegiatan mereka masing-masing. Sengaja televise tidak di nyalakan karena takut menyita konsentrasi yang sedang belajar.

            Di lantai, seorang gadis berusia tujuh belas tahun sedang konsentrasi dengan buku yang dibacanya karena esoknya dia akan menghadapi ulangan harian. Di ruangan lain, tepatnya berada di kamar tidur, seorang gadis berusia 15 tahun sedang menyusun buku-buku pelajaran yang akan dibawa esoknya ke sekolah. Di daerah ruang tamu, seorang adis 18 tahun sedang berdiri sambil memainkan ponselnya. Sesekali menatap kea rah laptop yang ada didepannya yang dari tadi bermasalah. 

            Suara pintu terbuka terdengar. Tampak sosok seorang pria paruh baya kini memasuki ruangan. Dia melihat ke sekelilingnya sekilas kemudian masuk ke kamar untuk mengganti pakaian. Masih didalam kamar dan sedang mengganti pakaian, pria yang mereka panggil Ayah itu tiba-tiba bersuara dan suaranya samar-samar terdengar.

            “ Dimana adik kalian ?” tanya Sang Ayah. Kini dia sudah keluar dan bergerak kea rah dapur.
            “ Apa ?” gadis berusia 15 tahun itu menanggapi sambil menyeret tasnya ke dekat meja makan. Kebetulan posisi kamar tidurnya tidak jauh dari daerah meja makan.
            “ Kemana adik kalian ? kenapa dia tidak kelihatan ?” tanya Ayahnya lagi.
            “ Tidak tau” jawab gadis yang sedang membaca buku tersebut.
            “ Kenapa kalian tidak tau ? Kemana sih dia ? “
            “ Kami tidak tau. Dia keluar menggunakan motor tadi.” Jawab gadis berusia lima belas tahun tersebut.
            Keluarga itu memiliki tiga motor. Satu motor matic, satu vespa, satu motor biasa. Tadi, motor matic dipakai oleh Ayah mereka  dan batu tiba. Motor Vespa dibawa oleh Ibu mereka yang sedang pergi keluar juga, dan motor biasa sajalah yang tertinggal di rumah. 

            “ Motor apa ? sedangkan motor yang biasa saja ada di samping.” Wajah Ayah mereka tampak kesal.
            “ Tidak tau” jawab gadis yang membaca buku.
            “ Kemana sih dia ? ini sudah malam. Harusnya dia tidak berkeliaran. Dia itu harusnya belajar!”
           “ Dia tadi katanya keluar sebentar. Mengerjakan tugas kalau tidak salah” jawab yang membaca buku.
          “ Tugas apa ? tadi sore dia sudah mengerjakan tugasnya. Ayah heran melihat kalian. Dia itu adik kalian. Harunsya kalian bisa mengontrol dia “ Seru sang Ayah
         “ Dia tidak mengatakannya pada kami. Jadi kami tidak tau” sanggah gadis berumur lima belas tahun tersebut. Gadis itu juga menjadi kesal karena dia yang juga sebagai kakak dituduh bersalah.
            “ Jelas saja dia tidak mengatakan. Karena kalian tidak tanya. Kalian ini kenapa sih ? selalu cuek. Selalu cuek. Dia itu adik kalian. Kalian harusnya perhatikan. Kenapa sih kalian cuek sekali ? kenapa kalian Egonya tinggi.”
            “ Ayah juga ber-Ego tinggi. Tidak usah menuduh orang lain. Jangan saling tuduh menuduh dan menyalahi. Memanya ayah tidak pernah sadar ?” tiba-tiba suara terdengar. Anak yang paling besar, gadis yang dari tadi memainkan ponsel dan hanya menjadi pendengar dan menjadi luapan secara tidak langsung oleh Ayah mereka kini angkat suara karena sudah tidak tahan lagi.
            “ Kamu kalau di bilang orang tua selalu melawan.” Kata Ayahnya dengan kesal.
            “ Jangan bilang-bilang orang dong. Kalian semua memang pernah sadar dengan sikap kalian ? Aku cuek karena turunan dari sananya. “ Gumam gadis tersebut. Gumamannya masih terdengar jelas hingga memancing amarah sang Ayah. 

         Pria paruh baya itu tetap menggerutu sambil hilir mudik tidak jelas. Gadis yang tadi membantah ayahnya itu kini berdecak kesal berkali-kali berusaha menenangkan hatinya yang kini amat terasa sakit. Hatinya berbicara, kenapa orang tuanya tidak pernah sadar kalau sikap mereka itu dari dua orang dewasa yang melahirkan mereka. Kenapa kalau di sampaikan sebuah pernyataan kedua orang tuanya selalu mengatakannya melawan, tidak bisa menerima pernyataannya. Kenapa ketika dia menyampaikan pendapat selalu berujung pada pernyataan kalau dia melawan orang tua. Dia hanya menghela nafas. Nampaknya kejadian ini akan terus berulang.
           

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar